Bismillahirrohmanirrohiim
Aku Bahagia Menjadi Bagian Ibu Profesional
Sebenarnya, saya seorang bidan. Selama 9 tahun, saya berkutat di dunia kebidanan. Alhmdulilah selama itu pula Alloh memudahkan semuanya. Awalnya, saya sempat bertanya dalam diri, "kenapa saya jadi bidan? Bidan itu kan harus pinter ngomong (memberikan konseling). Sedangkan saya tidak pandai berbicara." Karena memang saya tipe orang Plegmatis Melankolis cenderung pendiam, kalau tidak butuh saya tidak akan bicara.
Alhamdulilah, setelah lulus kebidanan saya bekerja di salah satu BPM (Bidan Praktek Mandiri) yang ada di Cilegon. Saya di pertemukan oleh Alloh dengan Bidan Karyati (Alm), beliau pemilik BPM tersebut. Saya bekerja sebagai Asisten Bidan karyati. Beliau bidan senior, orangnya sangat baik sekali. Saya sudah menganggap beliau seperti ibu kandung sendiri. Dari beliau, saya banyak belajar. Bukan hanya belajar ilmu kebidanan tapi juga belajar ilmu kehidupan yang lainnya termasuk belajar menjadi seorang ibu dan seorang istri.
Saya salut sama Bidan Karyati, karena beliau adalah bidan yang cerdas, No Provid Oriented, menganggap pasien sebagai keluarga (patner), dan memberikan service excellent kepada semua pasiennya. Waktu itu, saya berkata dalam hati, baru kali ini saya bertemu dengan bidan yang luar biasa seperti ini. Qudratulloh genap 2 tahun saya bekerja, Bidan Karyati meninggal dunia. Sehingga setiap pasien yang datang saya yang harus melayani. Semoga amal ibadah beliau di terima Alloh. Aamiin…
Dari sinilah saya memulai karir saya sebagai bidan. Saya melanjutkan perjuangan Bu Karyati sebagai seorang bidan. Ilmu yang saya dapat dari Bu Karyati, saya mulai praktikan kepada pasien - pasien saya. Bu Karyati inspirasi saya dalam dunia kebidanan. Saya adalah tipe peniru ulung, selama 2 tahun bersama Bu Karyati, saya contoh semua apa yang di lakukan Bu Karyati dalam melayani pasien. Bahkan sampai intonasi bicara Bu Karyati pun saya tiru. Hehe.. Alloh mudahkan semuanya. Saat itu, kata yang tepat buat melukiskan kondisi saya adalah QS Arrohman. " Maka nikmat Tuhan yang manakah yang engkau dustakan". Selama setahun saya berjuang sendiri tanpa patner bidan dan ART (Asisten Rumah Tangga) untuk melanjutkan perjuangan Bu Karyati.
Saya bukan hanya melakukan pekerjaan bidan tapi juga melakukan pekerjaan ART (menyapu, mengepel dan memasak buat pasien yang setelah melahirkan). Semua itu saya lakukan sendiri karena masih dalam kondisi merintis. Alhamdulilah setelah setahun, BPM karyati berubah status menjadi RUMAH BERSALIN KARYATI. Sehingga bisa merekrut dokter umum satu, beberapa bidan dan asisten rumah tangga. Ini semua atas pertolongan dari Alloh. Alloh lah yang menggerakkan hati para pasien agar tetep datang dan jumlah pasien terus bertambah. Alloh juga yang memampukan saya untuk melakukan semua ini.
Sebenarnya bisa dikatakan pekerjaan bidan itu sungguh sangat melelahkan, karena harus siap melayani pasien 24 jam. Pekerjaan bidan juga termasuk kategori pekerjaan yang stres tingkat tinggi, karena apabila terlambat diagnosa dan penanganan taruhannya nyawa. Tapi, entah kenapa saya merasa senang ketika melayani pasien. Ada kepuasan tersendiri saat bisa menolong pasien, rasa lelah dan ngantuk seakan terkalahkan. Dan yang lebih mengherankan lagi, saat saya sakit kepala begitu ada pasien yang datang tiba-tiba sakit kepala saya hilang untuk sementara.
Setelah selesai melayani pasien sakit kepala saya terasa kembali. Saya tipikal plegmatis melankolis cenderung pendiem, kalau tidak ada perlu saya tidak akan berbicara. Namun, semuanya berubah 180 derajat begitu melayani pasien dan masuk ke ruang periksa. Dengan sendirinya saya bisa menjadi seorang sanguinis yang bisa memberikan konseling berjam-jam kepada pasien-pasien saya. Sejak menjadi bidan saya merasa mempunyai banyak saudara, padahal saya bukan orang asli di daerah tempat saya praktek bidan. Jadi saya tidak merasa sendirian karena banyak pasien yang sudah menganggap saya sebagai saudara, bahkan ada satu keluarga pasien yang sengaja datang berkunjung ke klinik bukan untuk periksa tapi hanya untuk nengok kondisi saya.
Saya merasa enjoy saat menjalani peran sebagai seorang bidan. Semakin hari, saya semakin menikmati peran saya sebagai bidan. Masa gadis saya sebagian besar untuk melayani pasien. Saya dan pasien sudah seperti keluarga, bukan cuma masalah kesehatan yang mereka konsultasikan tapi juga masalah hidup yang mereka sedang hadapi. Kalau sudah konsultasi seringnya tidak sadar waktu, tidak terasa hampir satu jam untuk satu pasien. Pasien saya sangat luar biasa, mereka tidak gengsi untuk bertanya dan minta solusi kepada saya padahal tidak sedikit pasien saya yang secara usia dan pendidikan lebih tinggi dari pada saya.
Selain itu, ternyata banyak juga pasien yang rumahnya jauh dari Rumah Bersalin. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil dari pasien- pasien saya. Dengan melayani pasien, saya bisa banyak mengenal karakter seseorang sekaligus bisa sharing secaralangsung dengan pasien yang secara keilmuan dan pengalaman hidupnya lebih banyak dari pada saya. Dunia kebidanan ini sudah menjadi bagian dari hidup saya dan saya akan merasa bersalah pada diri saya, manakala saya tidak memberikan pelayanan yangmaksimal kepada pasien-pasien saya.
Namun, semuanya berubah ketika saya sudah mempunyai seorang anak. Menjalani peran sebagai seorang Bidan sekaligus sebagai seorang ibu dengan satu orang anak membuat saya galau dan bertanya dalam diri apakah benar passion saya di bidang kebidanan. Entah kenapa sejak mempunyai anak, saya merasa kurang enjoy menjalankan peran saya sebagai seorang bidan. Ada perasaan bersalah dalam diri ini kepada suami dan anak. Saya merasa belum bisa menjadi seorang istri sekaligus seorang ibu yang baik. Semakin hari, perasaan bersalah itu semakin membuat saya tertekan. Di satu sisi saya ingin berhenti praktek untuk membersamai keluarga, tapi disisi lain saya juga ingin tetap melayani pasien.
Sehingga pada akhirnya, saya tidak fokus untuk menjalankan 2 peran sakaligus yaitu sebagai seorang
bidan dan sebagai seorang ibu. Atau mungkin ini semua ada hubungannya dengan mindset saya. Karena dari waktu gadis saya sudah bertekad dalam hati bahwa nanti kalau saya mempunyai anak, saya sendiri yang akan mendidik dan mengurusnya. Anak itu amanah yang Alloh titipkan kepada saya, jadi saya harus menjaga amanah itu dengan sebaik mungkin karena yang akan diminta pertanggung jawabannya adalah saya sebagai orang tuanya. Tapi entahlah, saya juga tidak tahu apakah ini berhubungan dengan mindset saya (fitrah seorang ibu) atau tidak.
Dengan bertambahnya usia anak, maka semakin bertambah pula perhatian dan waktu untuk membersamai anak. Saya merasa capek sekali karena harus melayani pasein dan membersamai anak. Pola makan dan pola istirahat saya sudah tidak sehat lagi. Ketika anak tidur, ada pasien yang harus dilayani. Seringnya selesai melayani pasien, anak sudah bangun. Kadang belum selesai juga sudah bangun duluan. Alhamdulilah, bounding anaksaya kuat banget, jadi apa-apa pengen sama bundanya. Malam juga tidak bisa full tidur, kalau ada yang melahirkan otomatis saya harus begadang. Karena waktu istirahat yang kurang, akhirnya mempengaruhi nafsu makan saya.
Semakin kesini, egosentris anak semakin terlihat. Puncaknya menjelang usia 3 tahun, dia protes kepada bundanya. “Bunda, tidak boleh periksa pasien lagi. Bunda harus temenin calief main aja.” Setiap ada pasien datang, anak saya sering berkata demikian. Sehingga saya tidak bisa langsung melayani pasien, karena harus mengkondisikan anak saya dulu. Memang ada asisten bidan, tapi kebanyakan pasien ingin di layani sama saya. Dan saya juga tidak bisa kalau ada pasien tidak ikut melayani kecuali saya lagi tidak ada di rumah. Karena menurut saya, para pasien datang ke tempat saya dengan tujuan untuk di periksa sama saya.
Kondisi ini membuat saya serba salah, harus melayani pasien atau menemani anak. Di satu sisi, saya ingin memberikan service excellent kepada pasien, tapi di sisi lain anak saya juga butuh pengertian dan perhatian dari bundanya. Anak seumur dia belum bisa diajak kerja sama, jadi saya juga belum bisa memaksa anak untuk mengerti kondisi bundanya. Setiap hari saya merasa tidak enak kepada pasien karena belum bisa memberikan pelayanan yang maksimal.
Semakin lama perasaan saya tambah tidak tenang, membuat saya tidak karuan dan stresting akt tinggi. Perasaan bersalah kepada suami dan anak juga perasaan bersalah kepada pasien terus menganggu pikiran saya. Mungkin, untuk sebagian orang kondisi yang saya alami ini merupakan hal kecil, tapi mau bagaimana lagi kalau ternyata hal yang kecil itu justru membuat saya tidak bahagia. Akhirnya saya ceritakan apa yang saya rasakan kepada suami. Alhamdulilah, Alloh memberikan pasangan hidup yang luar biasa untuk saya. Suami yang pengertian terhadap istri dan anaknya, yang siap membantu tanpa diminta. Suami yang tidak banyak mengeluh dan menuntut atas kekurangan istrinya.
Setelah suami mengetahui kondisi saya, beliau akan tetap mendukung apapun keputusan saya. Mau dilanjut atau berhenti praktik bidannya tidak apa-apa yang penting saya bahagia menjalaninya. Tapi ternyata, waktu itu ego saya masih tinggi. Ego yang membuat saya tetap bertahan didalam kondisi yang sudah sedemikian tidak nyaman untuk saya, keluarga dan pasien. Waktu itu, ego saya berkata “Buat apa saya sekarang berhenti praktik bidan kalau memang nantinya saya akan buka praktek lagi. Kalau begitu mah sama saja saya akan mulai dari nol lagi dong, yang namanya merintis itukan tidak gampang. Sekarang sudah banyak pasien masa mau dilepas begitu saja.”
Ego ini membuat saya tambah kalut dalam perang batin, yang menyesakkan dada dan pikiran saya. Saya mencoba menghadirkan sosok Bunda Siti Hajar dalam diri ini, dengan tujuan saya bisa kuat menghadapi kondisi ini dan bisa menjalankan praktik bidan dan mengurus keluarga. Saya berkata dalam diri saya bahwa "apa yang saya alami tidak seberapa bila dibandingkan dengan yang Bunda Siti Hajar alami".
Tapi tetap saja saya tidak bisa, hati ini tetap tidak tenang. Masih ada perasaan bersalah dalam diri ini yang terus mengganggu saya. Akhirnya saya mencoba diskusi (sharing) atau minta saran dan pendapat tentang kondisi saya kepada beberapa Bidan senior yang sudah dibilang sukses secara karirnya. Para bidan senior memotivasi saya untuk tetap bertahan dan menganggap ini semua ujian yang harus saya lewati. Tidak boleh menyerah begitu saja, nanti juga kalau anak sudah besar akan mengerti sendiri tentang kondisi kita. Tapi ternyata, semua motivasyang saya dapat tetap tidak membuat saya tenang. Masih belum ada yang sreg dalam diri dan hati ini. Masih ada keraguan dalam hati ini untuk lanjut atau berhenti praktek.
Harapan terakhir saya yaitu ingin mengikuti acara PSPA (Program Sekolah Pengasuhan Anak) yang di pandu oleh Abah Ikhsan. Tujuan saya mengikutinya agar mendapat motivasi yang kuat dan solusi dari kondisi yang saat ini saya hadapi. Qudrotulloh, pas hari H acara PSPA saya harus bedrest karena hasil lab menunjukan saya terkena typoid. Sehingga saya tidak bisa mengikuti acara PSPA. Sudah hampir tiga tahun sejak saya punya anak, saya buka praktik bidan di rumah. Tapi, selama itu pula saya merasa hati tidak tenang, karena hampir tiap hari saya merasakan perang batin dalam diri ini.
Sebenarnya, pasien-pasien saya sangat mengerti dan tidak keberatan dengan kondisi saya melayani mereka sambil di temani anak saya. Tapi, saya sendiri merasa tidak profesional dalam menjalankan profesi saya ketika melayani pasien sambil mengasuh anak. Saya juga memikirkan kesehatan anak saya, kalau tiap hari masuk ke ruang periksa yang notabene tidak semuanya pasien yang datang dalam keadaan sehat. Apalagi masuk ke ruang bersalin dan ruang nifas. Memang yang namanya anak-anak belum mengerti akan lingkungan itu aman atau tidak buat dirinya, yang mereka tahu dimana ada bundanya ya disitu anak ingin berada juga.
Saya butuh waktu kurang lebih 3 tahun untuk bisa memutuskan menjadi ibu rumah tangga. Selama 3 tahun saya mengalami perang batin antara berhenti atau lanjut praktik bidan. Menjadi dilema tersendiri ketika seorang perempuan sudah mempunyai suami dan anak. Harus memilih berkarir atau mengurus keluarga. Mungkin seperti itulah yang saya rasakan, setelah mempunyai keluarga. Padahal bisa dibilang saya bekerja didalam rumah, tapi tetap saja ada perasaan yang tidak tenang dalam diri ini. Perasaan yang membuat saya tidak bahagia. Perasaan yang akhirnya membuat saya tidak fokus dan maksimal untuk menjalani keduanya (praktik bidan dan mengurus keluarga).
Saya semakin bimbang, tidak bisa memutuskan mana yang harus saya pilih antara keluarga atau menolong masyarakat menengah kebawah dengan profesi saya sebagai bidan. Sampai akhirnya saya menonton video dari sosmed, saya tidak ingat secara detail isi dari video tersebut. Tapi inti dari isi video itu seperti berikut “Seorang perempuan yang menjaga solatnya, menjalankan puasa di bulan Ramadhan, ta’at kepada suami dan mendidik anak-anaknya maka baginya syurga. Dan dia bisa memasuki syurga dari pintu mana saja.
Kalau Alloh sudah dengan jelas memberikan kita syurga, lalu apa yang kita cari lagi di luar sana? Mencari ketenaran, kekayaan atau karir? Apakah itu semua lebih baik daripada syurga?................” Sebenarnya masih banyak isi dari video tersebut, tetapi hanya yang saya tulis diatas yang paling saya ingat dan berkesan mendalam buat diri saya. Video ini berhasil membuat saya instropeksi diri (saya bertanya dalam diri saya, sebenarnya apa tujuan saya praktek bidan dan apa yang saya cari dari praktek bidan ini) dan video ini sekaligus berhasil membuat hati saya menjadi tenang. Sehingga sejak itu saya bisa dengan mantap dan yakin untuk mengatakan dalam hati dan diri ini bahwa SAYA SIAP UNTUK BERHENTI PRAKTEK BIDAN DAN FOKUS KEKELUARGA.
Entah kenapa, setelah saya memutuskan untuk berhenti praktek bidan karena ingin membersamai keluarga, tiba-tiba saat itu juga hati saya menjadi sangat tenang. Saya merasa lega sekali, seakan terlepas dari beban yang sangat berat. Dan yang membuat saya heran, hari pertama saya menjalani peran sebagai ibu rumah tangga, saya merasa tenangdan enjoy menjalaninya. Tidak ada perasaan gelisah sedikitpun dalam diri ini dan saya juga tidak merasa ada yang hilang dalam diri ini. Padahal saya sudah menggeluti bidang kebidanan selama 9 tahun. Mungkin ini semua, karena jiwa dan raga ini yang sudah ikhlas menerima untuk berhenti praktek bidan dan meluruskan niat karena Alloh untuk mendapatkan syurgaNYA.
Saat itu, tidak ada rasa jenuh dan bosan dalam diri ini ketika membersamai anak. Saya sengaja membuat jadwal permainan dan aktivitas buat anak saya agar anak saya tidak merasa bosan bersama dengan bundanya. Karena memang saya sengaja tidak menyediakan televisi di rumah dan hampir 2 tahun, saya tidak menggunakan HP android dengan alasan agar lebih maksimal dalam membersamai anak. Meskipun ilmu dan pengalaman saya tentang parenting masih minim banget tapi saya tetap percaya diri dalam membersamai anak. Justru hal itu membuat saya terus semangat untuk belajar dan
belajar lebih banyak lagi tentang ilmu parenting. Saya mulai membeli buku - buku tentang parenting. Mulai dari buku Rumah Main Anak, buku Ayah Edi, buku Abah Ikhsan, sampai buku Bunda Sayang & Bunda Cekatan.
Dari buku "Bunda Sayang & Bunda Cekatan" inilah, saya pertama kali tahu tentang "Ibu Profesional". Jujur, niat saya beli buku tersebut untuk menambah khasanah ilmu parenting saya yang masih sangat minim sekali. Saya sangat tertarik dengan judul buku tersebut karena merasa buku tersebut akan membekali saya untuk menjadi seorang ibu. Maklum waktu itu, saya belum lama berubah status dari ibu bekerja menjadi ibu rumah tangga. Saat membeli buku tersebut, awalnya saya juga tidak tahu kalau penerbitnya IP. Setelah saya membacanya barulah saya mengetahui ternyata buku tersebut adalah buku IP.
Alhamdulilah, setelah membaca buku tersebut, saya mendapatkan pencerahan yang luar biasa pada diri saya sebagai seorang ibu, sebagai seorang istri dan sebagai seorang perempuan. Dari buku tersebut, saya mendapatkan gambaran bahwa materi di IP sistematik dan berkesinambungan. Sehingga waktu itu, saya pikir IP adalah wadah yang pas untuk saya belajar lebih banyak lagi tentang perempuan, istri dan ibu. Dari situlah saya termotivasi dan tersugesti untuk ikut IP. Karena khawatir ketinggalan info pendaftaran, saya sering banget nanya sama teman yang sudah bergabung lebih dulu dengan IP. Terima kasih untuk teh Lia Amelia dan teh Risna yang telah menjadi wasilah saya untuk bisa ikut IP dengan memberikan info pendaftaran IP 😊.
Dengan modal keinginan yang besar untuk menimba ilmu di IP, saya memberanikan diri untuk ikut pendaftran IIP. Padahal, saya belum tahu apa - apa tentang sistem di IP itu seperti apa. Waktu itu, saya kira IP itu hanya tempat untuk belajar parenting secara online tanpa kita harus terlibat di dalamnya, kita hanya menerima tanpa harus memberi. Dengan dasar pemikiran seperti itu, saya mendaftar di IIP dengan meminjam HP suami. Maklum, waktu itu HP saya belum android. Pikir saya, yang penting ada no Wa yang bisa dihubungi untuk komunikasi dan mengshare materi - materi belajar. Sebelum martikulasi kami masuk kelas foundation dulu. Dan di kelas foundation inilah saya baru tahu tentang IIP, karena memang di kelas ini di bahas tentang seluk beluk IIP termasuk juga tentang CoC IIP.
Membaca Coc IIP saya merasa bersalah, karena selama ini saya menjadi SR (Silent Rider). Saya seringnya manjat, jarang sekali bisa ikut diskusi karena memang HP yang ada no Wa di bawa suami kerja. Saya baru bisa baca materi setelah suami pulang kerja. Dari sinilah saya sadar, bahwa selama ini saya keliru terhadap IP. Di kelas foundation ini, Bu wali kelas menginfokan kepada seluruh mahasiswi agar akun emailnya atas nama pribadi untuk memudahkan administrasi.
Saya jadi mikir gimana caranya biar akun emailnya atas nama saya, sedangkan HP nya milik suami. Waktu itu, sempet kepikiran untuk keluar dari kelas foundation karena saya tidak punya HP android. Tapi, akhirnya saya memilih untuk konfirmasi terlebih dahulu kepada wali kelas lewat Wa tentang kondisi saya yang sebenarnya. Waktu itu, wali kelas bilang mau melaporkan dulu ke pusat ttg kondisi saya ini. Karena memang ini termasuk kasus baru. Membaca balasan dari wali kelas, saya sudah pasrah dan menyiapkan diri manakala memang harus keluar dari kelas foundation.
Alhamdulilah, dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang ada pada diri saya, Alloh mudahkan dan mampukan untuk bisa bergabung di Batch 7 ini. Selama mengikuti kelas foundation, ada rasa senang, sedih, iri, dan juga kagum. Senang, karena bisa di kumpulkan bersama bunda - bunda hebat baik wali kelas, fasilitator maupun temen - temen matrikan. Sedih, tidak bisa mengikuti kelas sesuai jadwalnya. Karena seringnya manjat. Iri, melihat teman - teman bisa bertanya dan sharing langsung dengan fasilitator pada jam belajar. Dan terakhir adalah sensasi kagum, dengan kesibukan yang luar biasa baik wali kelas, fasilitator maupun teman - teman tapi masih bisa berbagi dan melayani. 👏👏👏
Namun di luar semua rasa itu, saya tetap bersyukur dan semangat mengikuti kelas IP karena ada My Husband yang selalu mendukung dan membantu saya. Terima kasih suamiku, atas segala dukungan dan bantuannya semoga kita menjadi patner hingga ke syurgaNYA. Aamiin….
Ternyata bukan hanya di kelas Foundation saja Alloh memudahkan jalan saya, tapi juga di kelas martikulasi. Di martikulasi ini, ada jadwal SOTD. Dimana setiap matrikan diberikan waktu kurang lebih 30 menit untuk memperkenalkan diri dan siap untuk di kulik oleh matrikan lainnya. Pertama kali tahu kalau ada jadwal SOTD saya agak bingung. Sempat bertanya dalan hati " nanti gimana ya pas jadwal saya SOTD ternyata suami lagi kerja. Apa saya harus tukeran HP dulu dengan suami." Qudrotulloh, pas jadwal saya SOTD ternyata suami lagi cuti.
Padahal waktu mengajukan cuti belum tahu kalau ada jadwal SOTD. Saya merasa Alloh memudahkan jalan saya untuk bisa mengikuti kelas di IP ini. Begitu banyak pertolongan yang Alloh berikan dari jalan yang tidak disangka - sangka. Sehingga saya bisa mengikuti sistem yang ada di IP. Benarlah adanya kalau Alloh akan memampukan orang - orang terpanggil bukan memanggil orang - orang yang mampu.
Di kelas martikulasi ini lebih seru lagi karena setiap pekan ada NHW (Nice Home Work) yang harus dikerjakan oleh matrikan. NWH ini ada duedatenya, jadi kita harus ngumpulinnya sebelum duedate agar kita bisa lulus martikulasi. Karena memang syarat kelulusan martikulasi adalah mengerjakan 7 NHW dari 9 NHW tepat waktu. NHW ini antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Sehingga kalau kita mengerjakannya dengan sungguh - sungguh kita akan melihat suatu kurikulum yang sistematik dan berkesinambungan.
Melalui NHW yang kita kerjakan, secara tidak langsung kita dilatih menjadi profesional baik sebagai seorang perempuan, sebagai seorang istri, maupun sebagai seorang ibu. Alhamdulilah saya bisa ngerjain NHW tepat waktu meskipun ngumpulinnya mepet dengan duedate. Karena memang butuh perenungan dalam mengerjakan NHW, dan seringnya dapat idenya udah mendekati duedate. Sebelum kita mengerjakan NHW, kita akan mendapatkan materi terlebih dahulu. Materi itu disampaikan oleh seorang fasilitator yang kece badai.
Sehingga dari fasilitator inilah kita memahami tentang materi yang disampaikan sekaligus memberikan gambaran tentang NHW yang akan kita kerjakan. Saya sangat bersyukur sekali karena Alloh memberikan kesempatan untuk bisa bergabung di IP. Melalui IP ini saya banyak sekali mendapatkan ilmu kehidupan. Ilmu yang disampaikan membuat saya intropeksi diri, menjadikan saya semakin dekat dengan sang pencipta. Membuat saya belajar berdamai dengan diri sendiri, karena memang yang namanya hidup tidak selamanya sesuai dengan keinginan kita. Dari sini juga saya belajar tentang passion dan misi hidup.
Sebenarnya saya masih belum ajeg dengan passion saya apalagi dengan misi hidup spesifik. Maklum, dari dulu saya tidak begitu ditekankan mengenai passion, bakat, kemampuan dan keterampilan. Semua itu baru dibahas lebih dalam ketika kuliah di IIP w(Institut Ibu Profesional). Dari situlah saya mencoba menggali dan menarik benang merah dari beberapa peran yang telah saya lakukan selama ini.
Melalui NHW setiap minggunya saya merasa secara tidak langsung diarahkan untuk menemukan passion dan misi hidup spesifik saya. Yang pada akhirnya pada kondisi lapang ataupun sempit, baik sehat maupun sakit, setiap minggunya saya harus melakukan perenungan yang mendalam dan penggalian tentang diri saya. Dengan semua hal yang sudah saya alami, rasa galau yang saya rasakan, Alloh ingin menunjukan sesuatu dalam hidup saya. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, karena saya yakin semua yang terjadi dalam hidup saya sudah atas kehendak Alloh.
Alloh mempunyai rencana yang indah untuk hidup saya dan Alloh adalah sebaik-baik pembuat rencana. Dari hasil instropeksi diri, perenungan, penggalian dan konsultasi saya mencoba membaca surat cinta dari tuhan kepada saya. Mungkin Alloh menginginkan saya menjadi seorang bidan yang melayani konseling keluarga. Yang tidak hanya melayani masalah kebidanan tetapi juga melayani masalah keluarga. Karena berdasarkan pengalaman tidak sedikit pasien yang datang ke saya bukan hanya untuk masalah kebidanan tetapi juga untuk masalah keluarga.
Padahal waktu mengajukan cuti belum tahu kalau ada jadwal SOTD. Saya merasa Alloh memudahkan jalan saya untuk bisa mengikuti kelas di IP ini. Begitu banyak pertolongan yang Alloh berikan dari jalan yang tidak disangka - sangka. Sehingga saya bisa mengikuti sistem yang ada di IP. Benarlah adanya kalau Alloh akan memampukan orang - orang terpanggil bukan memanggil orang - orang yang mampu.
Di kelas martikulasi ini lebih seru lagi karena setiap pekan ada NHW (Nice Home Work) yang harus dikerjakan oleh matrikan. NWH ini ada duedatenya, jadi kita harus ngumpulinnya sebelum duedate agar kita bisa lulus martikulasi. Karena memang syarat kelulusan martikulasi adalah mengerjakan 7 NHW dari 9 NHW tepat waktu. NHW ini antara satu dengan yang lainnya saling berhubungan. Sehingga kalau kita mengerjakannya dengan sungguh - sungguh kita akan melihat suatu kurikulum yang sistematik dan berkesinambungan.
Melalui NHW yang kita kerjakan, secara tidak langsung kita dilatih menjadi profesional baik sebagai seorang perempuan, sebagai seorang istri, maupun sebagai seorang ibu. Alhamdulilah saya bisa ngerjain NHW tepat waktu meskipun ngumpulinnya mepet dengan duedate. Karena memang butuh perenungan dalam mengerjakan NHW, dan seringnya dapat idenya udah mendekati duedate. Sebelum kita mengerjakan NHW, kita akan mendapatkan materi terlebih dahulu. Materi itu disampaikan oleh seorang fasilitator yang kece badai.
Sehingga dari fasilitator inilah kita memahami tentang materi yang disampaikan sekaligus memberikan gambaran tentang NHW yang akan kita kerjakan. Saya sangat bersyukur sekali karena Alloh memberikan kesempatan untuk bisa bergabung di IP. Melalui IP ini saya banyak sekali mendapatkan ilmu kehidupan. Ilmu yang disampaikan membuat saya intropeksi diri, menjadikan saya semakin dekat dengan sang pencipta. Membuat saya belajar berdamai dengan diri sendiri, karena memang yang namanya hidup tidak selamanya sesuai dengan keinginan kita. Dari sini juga saya belajar tentang passion dan misi hidup.
Sebenarnya saya masih belum ajeg dengan passion saya apalagi dengan misi hidup spesifik. Maklum, dari dulu saya tidak begitu ditekankan mengenai passion, bakat, kemampuan dan keterampilan. Semua itu baru dibahas lebih dalam ketika kuliah di IIP w(Institut Ibu Profesional). Dari situlah saya mencoba menggali dan menarik benang merah dari beberapa peran yang telah saya lakukan selama ini.
Melalui NHW setiap minggunya saya merasa secara tidak langsung diarahkan untuk menemukan passion dan misi hidup spesifik saya. Yang pada akhirnya pada kondisi lapang ataupun sempit, baik sehat maupun sakit, setiap minggunya saya harus melakukan perenungan yang mendalam dan penggalian tentang diri saya. Dengan semua hal yang sudah saya alami, rasa galau yang saya rasakan, Alloh ingin menunjukan sesuatu dalam hidup saya. Tidak ada yang kebetulan di dunia ini, karena saya yakin semua yang terjadi dalam hidup saya sudah atas kehendak Alloh.
Alloh mempunyai rencana yang indah untuk hidup saya dan Alloh adalah sebaik-baik pembuat rencana. Dari hasil instropeksi diri, perenungan, penggalian dan konsultasi saya mencoba membaca surat cinta dari tuhan kepada saya. Mungkin Alloh menginginkan saya menjadi seorang bidan yang melayani konseling keluarga. Yang tidak hanya melayani masalah kebidanan tetapi juga melayani masalah keluarga. Karena berdasarkan pengalaman tidak sedikit pasien yang datang ke saya bukan hanya untuk masalah kebidanan tetapi juga untuk masalah keluarga.
Alloh mengijinkan saya berhenti praktek bidan dengan tujuan agar saya bisa belajar lebih banyak lagi tentang keluarga (pendidikan ibu dan anak). Karena memang, selama praktek bidan saya tidak bisa melakukan banyak hal selain melayani pasien. Sebenarnya ini merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan karena tidak sedikit kasus yang terjadi pada ibu hamil dan menyusui bukan karena masalah kebidanan tetapi karena masalah keluarga. Seorang ibu tidak akan bisa fokus menjalani masa kehamilannya manakala ada masalah dengan keluarganya.
Untuk menjadi seorang bidan yang melayani konseling kebidanan dan keluarga saya harus menjadi mental seorang manajer bukan mental seorang karyawan. Selama ini saya tidak fokus menjalani peran sebagai bidan dan sebagai ibu karena mental saya masih sebagai karyawan. Jadi seorang karyawan itu melakukan semua pekerjaannya sendiri. Berbeda dengan manajer, dia akan mengerjakan tugas yang menjadi prioritasnya selebihnya dia akan mendelegasikannya kepada orang yang sudah terlatih. Itulah yang saya rasakan, saya ingin semuanya saya yang mengerjakan. Dari mulai ngurus keluarga, kerjaan domestik dan melayani pasien.
Padahal dengan mendelegasikan pekerjaan kita kepada orang yang sudah terlatih tidak akan mengurangi wibawa kita sebagai manajer. Terima kasih kepada wali kelas dan fasilitator yang sudah membimbing sehingga kami khususnya saya pribadi bisa mengetahui tentang misi hidup. Dengan Misi hidup spesifikinilah kita tahu alasan Alloh menciptakan kita di dunia ini. Semoga Alloh memampukan dan memandaikan saya untuk menjalankan misi hidup ini. Aamiin…
Ini lanjutannya aja ya, sebelum kalimat "terima kasih untuk bu fasil"
Untuk bisa menjadi bidan yang melayani konseling keluarga, saya akan mempelajari:
1. Ilmu pendidikan ibu dan anak
2. Ilmu psikologi klinis dan psikologi perkembangan.
Selain dari buku dan mbah google, saya juga akan belajar langsung dengan ahli dibidang pendidikan ibu dan anak serta ilmu psikologi agar lebih memahami ilmu yang saya pelajari. Misi
Saya adalah ingin meningkatkan kesehatan ibu hamil dan bersalin melalui praktek bidan dengan metode inovasi konseling keluarga. Untuk mendukung semua ini, saya akan mengelola dengan sebaik - baiknya kedekatan dan kecintaan kepada anak dan pasangan serta melibatkan mereka dalam misi ini.
Dari hasil konsultasi dengan Ustad Harry, yang membuat saya galau dalam menjalani peran sebagai bidan sekaligus sebagai seorang ibu adalah saya belum membuat strategi plan. Beliau juga mengatakan kalau Misi membuat bunda kehilangan kedekatan pada anak, maka misi itu wrong managed.
Oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut saya akan menyusun strategi:
1. Dalam waktu 2 tahun pertama saya akan memperkuat pondasi keluarga
2. Untuk tahun ketiga saya akan memulai praktek kebidanan dengan hanya menerima pemeriksaan kehamilan secara gratis, tidak langsung menerima persalinan. Hal ini, saya lakukan untuk adaptasi karena perubahan status dari ibu yang full membersamai keluarga menjadi ibu bekerja di ranah publik sehingga keluarga tidak merasa kaget dengan waktu yang langsung terporsir untuk melayani pasien. Karena masih adaptasi jadi saya akan membatasi jam praktek kebidanan.
3. Dalam waktu 5 tahun, saya sudah memiliki klinik bersalin dan klinik keluarga
4. Saya akan bekerja sama dengan KUA (Kantor Urusan Agama) setempat untuk memberikan konseling pranikah kepada calon pengantin. Sehingga para calon pengantin mempunyai pondasi yang kuat untuk menjalani bahtera rumah tangga.
5. Dalam waktu 10 tahun saya sudah memiliki klinik bersalin dan klinik keluarga serta klinik kecantikan.
Saya sengaja ingin memperkuat pondasi keluarga sebelum praktek bidan lagi Karena kata Bu Septi " kita harus selesai dulu dengan bunda sayang dan bunda cekatan sebelum ke bunda produktif agar nantinya tidak ada ketimpangan"
Saya ambil dari bu septi dan ustad Harry: Rezeki itu pasti, kemuliaan harus dicari
Teman, mari sibuklah mencari kemuliaan dengan fokus menemukan dan menjalankan Tugas atau Misi yang menebar manfaat dan rahmat, lalu janganlah khawatir dengan rezqimu dan semua yang anda butuhkan sepanjang menjalankan Tugas itu, pasti Sang Pemberi Tugas atau Pemberi Misi akan mencukupkannya bahkan melimpahkannya. Percayalah!
Diantara tanda keberhasilan di akhir adalah kembali kepada Alloh di awal.
Untuk menjadi seorang bidan yang melayani konseling kebidanan dan keluarga saya harus menjadi mental seorang manajer bukan mental seorang karyawan. Selama ini saya tidak fokus menjalani peran sebagai bidan dan sebagai ibu karena mental saya masih sebagai karyawan. Jadi seorang karyawan itu melakukan semua pekerjaannya sendiri. Berbeda dengan manajer, dia akan mengerjakan tugas yang menjadi prioritasnya selebihnya dia akan mendelegasikannya kepada orang yang sudah terlatih. Itulah yang saya rasakan, saya ingin semuanya saya yang mengerjakan. Dari mulai ngurus keluarga, kerjaan domestik dan melayani pasien.
Padahal dengan mendelegasikan pekerjaan kita kepada orang yang sudah terlatih tidak akan mengurangi wibawa kita sebagai manajer. Terima kasih kepada wali kelas dan fasilitator yang sudah membimbing sehingga kami khususnya saya pribadi bisa mengetahui tentang misi hidup. Dengan Misi hidup spesifikinilah kita tahu alasan Alloh menciptakan kita di dunia ini. Semoga Alloh memampukan dan memandaikan saya untuk menjalankan misi hidup ini. Aamiin…
Ini lanjutannya aja ya, sebelum kalimat "terima kasih untuk bu fasil"
Untuk bisa menjadi bidan yang melayani konseling keluarga, saya akan mempelajari:
1. Ilmu pendidikan ibu dan anak
2. Ilmu psikologi klinis dan psikologi perkembangan.
Selain dari buku dan mbah google, saya juga akan belajar langsung dengan ahli dibidang pendidikan ibu dan anak serta ilmu psikologi agar lebih memahami ilmu yang saya pelajari. Misi
Saya adalah ingin meningkatkan kesehatan ibu hamil dan bersalin melalui praktek bidan dengan metode inovasi konseling keluarga. Untuk mendukung semua ini, saya akan mengelola dengan sebaik - baiknya kedekatan dan kecintaan kepada anak dan pasangan serta melibatkan mereka dalam misi ini.
Dari hasil konsultasi dengan Ustad Harry, yang membuat saya galau dalam menjalani peran sebagai bidan sekaligus sebagai seorang ibu adalah saya belum membuat strategi plan. Beliau juga mengatakan kalau Misi membuat bunda kehilangan kedekatan pada anak, maka misi itu wrong managed.
Oleh karena itu, untuk mencapai hal tersebut saya akan menyusun strategi:
1. Dalam waktu 2 tahun pertama saya akan memperkuat pondasi keluarga
2. Untuk tahun ketiga saya akan memulai praktek kebidanan dengan hanya menerima pemeriksaan kehamilan secara gratis, tidak langsung menerima persalinan. Hal ini, saya lakukan untuk adaptasi karena perubahan status dari ibu yang full membersamai keluarga menjadi ibu bekerja di ranah publik sehingga keluarga tidak merasa kaget dengan waktu yang langsung terporsir untuk melayani pasien. Karena masih adaptasi jadi saya akan membatasi jam praktek kebidanan.
3. Dalam waktu 5 tahun, saya sudah memiliki klinik bersalin dan klinik keluarga
4. Saya akan bekerja sama dengan KUA (Kantor Urusan Agama) setempat untuk memberikan konseling pranikah kepada calon pengantin. Sehingga para calon pengantin mempunyai pondasi yang kuat untuk menjalani bahtera rumah tangga.
5. Dalam waktu 10 tahun saya sudah memiliki klinik bersalin dan klinik keluarga serta klinik kecantikan.
Saya sengaja ingin memperkuat pondasi keluarga sebelum praktek bidan lagi Karena kata Bu Septi " kita harus selesai dulu dengan bunda sayang dan bunda cekatan sebelum ke bunda produktif agar nantinya tidak ada ketimpangan"
Saya ambil dari bu septi dan ustad Harry: Rezeki itu pasti, kemuliaan harus dicari
Teman, mari sibuklah mencari kemuliaan dengan fokus menemukan dan menjalankan Tugas atau Misi yang menebar manfaat dan rahmat, lalu janganlah khawatir dengan rezqimu dan semua yang anda butuhkan sepanjang menjalankan Tugas itu, pasti Sang Pemberi Tugas atau Pemberi Misi akan mencukupkannya bahkan melimpahkannya. Percayalah!
Diantara tanda keberhasilan di akhir adalah kembali kepada Alloh di awal.
Bun alfi tetap semangat yaaa.....
BalasHapus